MASJID AGUNG AL-KARAMAH MARTAPURA





MASJID AGUNG AL-KARAMAH MARTAPURA

A.       PROFILE MASJID AL-KARAMAH
Masjid Al-Karamah adalah Masjid Agung Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Masjid Agung Al-Karamah Berada di pinggir jalan trans Kalimantan ruas Kalimantan Selatan-Kaltim,  yaitu . Jl. A. Yani Km. 41, Kelurahan Keraton Martapura. Dilihat dari titik koordinat masjid ini terletak di  3° 24' 19.50" S  114° 50' 53.13" E. Beseberangan dengan Perkantoran Sekretariat Daerah Kabupaten Banjar yang juga Kantor Bupati Banjar di pusat Kota Martapura. Masjid ini juga berdampingan dengan Pasar Martapura, dan berada di tengah permukiman masyarakat. Setiap Hari ramai dikunjungi kaum Muslimin untuk Shalat 5 waktu ataupun keperluan ibadah lainnya.
Masjid Agung Al-Karomah terletak di Kota Martapura, Kabupaten BanjarKalimantan Selatan, dapat dicapai selama +/- 1 jam perjalanan dari kota Kota Banjarmasin atau 1/2 jam jika dari bandar udara Syamsudin Noor, Banjarbaru.
Berdasarkan catatan KH. Mukhtar bin M. Hasan, mantan Qadhi di Martapura Masjid ini didirikan pada tanggal 10 Muharram 1280 H / 27 April 1863 M, Namun sumber lain mengatakan bahwa masjid Al-Karamah didirikan pada hari Ahad 10 Rajab 1315 H. / 5 Desember 1897 M (catatan Al ‘alim al-Fadhil H. Ismail khatib bin Qadli H Ibrahim bin Muhammad Saleh al ‘alimul al ‘allamah khalifah H. Zainuddin bin Syekh Muhammmad Arsyad Al Banjari). Masjid ini didirikan oleh oleh Tuan Guru H. Muhammad  Apip atau dikenal dengan sebutan "Datu Landak". Ada empat tiang guru yang didirikan sendiri oleh beliau.
Pada mulanya, masjid ini merupakan masjid Jami, yang kemudian pada malam senin 12 Rabiul Awal 1415 H, Masjid Jami Al-Karamah Martapura diresmikan oleh Gubernur Kalimantan Selatan (Ir. H.M. Said), disaksikan oleh para pejabat, alim ulama dan tokoh-tokoh masyarakat, serta kaum Muslimin (H. Rudi Ariffin dan Kifrahnya Dalam Pembangunan Masjid Agung Al-Karamah Martapura Kal-Sel, Abdul Hadi, M. Ag, dkk, 2009, h.40)
Masjid ini mampu menampung 10.000 jamaah. Dalam kegiatan shalat fardhu 5 waktu, rata-rata masjid ini dipenuhi oleh 2.000 jamaah, dan jika shalat Jumat jumlah jamaahnya membludak sampai 10.000 orang bahkan lebih.

B.      SEJARAH MASJID
Sebagai pusat Kerajaan Banjar, Martapura tercatat menjadi saksi 12 sultan yang memerintah. Pada waktu itu Mesjid berfungsi sebagai tempat peribadatan, dakwah Islamiyah, integrasi umat Islam dan markas atau benteng pertahanan para pejuang dalam menantang Belanda. Akibat pembakaran Kampung Pasayangan dan Masjid Martapura, muncul keinginan membangun Masjid yang lebih besar. Tahun 1280 Hijriyah atau 1863 Masehi, pembangunan masjid pun dimulai.
Masjid Agung Al-Karamah, dulunya bernama adalah Masjid Jami Martapura, yang didirikan oleh panitia pembangunan masjid yaitu HM. Nasir, HM. Taher (Datu Kaya), HM. Apip (Datu Landak). Kepanitiaan ini didukung oleh Raden Tumenggung Kesuma Yuda dan Mufti HM Noor.
Menurut riwayatnya, Datuk Landak dipercaya untuk mencari kayu Ulin sebagai sokoguru masjid, ke daerah Barito, Kalimantan Tengah. Setelah tiang ulin berada di lokasi bangunan Masjid lalu disepakati.
Tepat 10 Rajab 1315 H (5 Desember 1897 M) dimulailah pembangunan Masjid Jami tersebut. Secara teknis bangunan masjid tersebut adalah bangunan dengan struktur utama dari kayu ulin dengan atap sirap, dinding dan lantai papan kayu ulin. Seiring dengan perubahan masa dari waktu ke waktu masjid tersebut selalu di renovasi, tapi struktur utama tidak berubah.
Malam Senin 12 Rabiul Awal 1415 H/Minggu 19 Agustus 1994 dalam perayaan hari kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW, Masjid Jami Martapura diresmikan menjadi Masjid Agung Al-Karamah. Saat ini Masjid Agung Al-Karamah berdiri megah dengan konstruksi beton dan rangka atapnya terbuat dari baja stainless, yang terangkai dalam struktur space frame. Untuk kubahnya dilapisi dengan bahan enamel.
Di dalam masjid, sampai saat ini masih dapat ditemukan dan dilihat struktur utama Masjid Jami Martapura yang tidak dibongkar, sehingga dapat dilihat sebagai bukti sejarah mulai berdirinya masjid tersebut.
Kini setelah mengalami renovasi, Masjid Raya Al-Karamah diyakini sebagai mesjid yang terbesar dan termegah di Kalsel. Kubahnya nan unik dengan warna-warni eksotik di puncaknya, plus arsitekturnya yang menawan, mengundang daya tarik tersendiri. Masyarakat banyak yang menjadikanya objek tujuan wisata, tidak sekedar berfungsi sebagai tempat ibadah.
Bangunan mengalami tiga kali renovasi. Renovasi terahir pada 2004 menelan biaya Rp27 miliar. Bentuk arsitektur menggabungkan bangunan modern Eropa, Timur Tengah, namun tetap mempertahankan empat tiang ulin yang jadi saka guru peninggalan bangunan pertama Masjid Jamiâh Martapura. Tiang ini dikelilingi puluhan tiang beton yang menyebar di dalam Masjid.
Masjid Al-Karamah Martapura terlihat begitu indah dan menawan di malam hari dengan cahaya lampu berkilau. Saat Ramadan seperti sekarang ini, Masjid Agung Al-Karamah juga menjadi pusat kegiatan ke-Islaman, seperti tabligh akbar, tarawih, tadarus dan kegiatan lainnya.

C.        VISI, MISI DAN MOTO PELAYANAN

Visi             :    Menjadikan masjid Al-Karamah sebagai pusat kegiatan keagamaan, informasi dan sosial keagamaan di Kabupaten Banjar

Misi            :    1.  Menjadikan masjid sebagai tempat pelaksanaan ibadah
                        2.  Menjadikan masjid sebagai tempat komunikasi dan informasi
                        3.  Menjadikan masjid Sebagai tempat penyampaian dakwah
                        4.  Menjadikan masjid Sebagai tempat sosial dan kegiatan masyarakat lainnya
                       
Moto Pelayanan: 
                        "Bekerja Keras untuk membina umat  dan menuju kebaikan"              
                  

D.       PROGRAM KEMAKMURAN MASJID
Masjid merupakan suatu institusi mulia yang digunakan oleh umat Islam untuk beribadah bagi membuktikan ketaatan dan pengabdian yang ikhlas kepada Allah. Masjid adalah tempat ibadahnya umat Islam.
Secara bahasa, masjid berasal dari bahasa arab yaitu dari sajada-yasjudu (fiil;kata kerja) yang berubah menjadi masjidun (isim makan), yang bisa diartikan sebagai tempat sujud. Pada wilayah teologis maknanya kemudian meluas menjadi tempat tertentu dimana seseorang atau beberapa orang Islam mendirikan shalat yang mencakup sujud sebagai salah satu aktivitas utamanya . Dengan kata lain, masjid dapat dilihat sebagai tempat didirikannya ibadah kepada Allah SWT dalam pengertian yang sempit semisal ibadah mahdah, yaitu ibadah yang seluruh aktivitasnya diatur secara langsung oleh Syara'. Misalnya  shalat, i’tikaf, dan zikir saja.
Namun ketika melihat sejarah awal pendirian masjid (masa rasululah dan sahabat) terlihat jelas bahwa masjid tidak hanya berperan sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah-ibadah mahdah saja, tetapi lebih luas dari itu, juga sebagai tempat ibadah ghairu mahdah.
Begitu juga masjid Agung Al-Karamah, sesuai dengan visi dan misinya, masjid ini melakukan berbagai kegiatan, baik yang bersifat keagamaan maupun sosial – educated, seperti :
1.    Penyelenggaraan ibadah sholat fardhu
2.    Penyelenggaraan sholat jumat
3.    Pemberdayaan Zakat, Infaq, Shodaqoh dan sumbangan umat
4.    Menyelenggarakan Pengajian Rutin
5.    Menyelenggarakan Dakwah Islam/Tabliq Akbar
6.    Penyiaran dakwah melalui station radio Swara Al-Karamah atau lebih dikenal dengan nama Radio Al-Karamah
7.    Menyelenggarakan Kegiatan Hari Besar Islam

A.       PERKEMBANGAN  MASJID
Perkembangan dan pemberdayaan masjid Agung Al-Karamah dapat dibagi berdasarkan periode-periode sebagai berikut :
1.    Periode Pertama (1863-1897)
Pada periode ini belum ada pengurus definitif dan bangunan masjid sangat masih bersifat darurat, karena pada waktu itu sedang berlangsung perang dengan Belanda dan terjadi pembakaran masjid oleh penjajah.

2.    Periode Kedua (1897 – 1949)
Pada periode kedua ini, pengurus definif juga belum terbentuk tetapi yang mengurus adalah H.M. Apip, H.M. Natsir dan H.M. Thaher. Namun pada periode ini telah dibangun masjid permanen dengan nukuran 37,5 meter x 37,5 meter. Lantainya marmer Itali, dinding ulin dan atap sirap.

3.    Periode Ketiga (1949 – 1957)
Pada periode ini barulah terbentuk pengurus (nadzir masjid definitve) hasil dari sebuah musyawarah pembentukan pengurus yang dihadiri oleh tokoh-tokoh masyarakat, hartawan dan alim ulama dari martapura dan sekitarnya.
Pada periode ini juga dimulai pembangunan (rehab) pertama kali (setelah dibangun secara permanen) dengan ukuran 18 meter x 29 meter.

4.    Periode Keempat (1957 – 1972)
Pada periode ini dilakukan perluasan masjid dengan ukuran tambahan di depan 12 meter x 49,5 meter dan kanan-kiri masing-masing 6 meter x 49,5 meter memakai tiang ulin, lantai tegel, dinding beton, dan atap sirap sehingga luas masjid seluruhnya 49,5 meter x 49,5 meter.

5.    Periode Kelima (1972 – 1993)
Pada tahap periode ini, tepatnya tahun 1975 dilakukanperluasan masjid tahap ketiga, yaitu penambahan lebar 14,35 meter dan panajangnya 33,45 meter, sehingga panjang seluruhnya menjadi 82,95 meter dan lebarnya 67,85 meter.
Kemudian pada tahun 1984 dilakukan perluasan tahap keempat sepanjang 16 meter x 31 meter dengan pondasi dan tiang besi cor, kerangka atas ulin, dinding beton, lantai tegel dan atap seng.

6.    Periode Keenam (1993 – 2000)
Pada periode ini di bawah kepengurusan KH. Muhammad Rosyad dilakukan pembangunan/perluasan Tahap kelima. Perluasan ini merupakan perluasan terbesar yaitu perluasan di sekeliling masjid, tambahan beberapa bangunan menara untuk lebih memperindah masjid agung Al-Karamah.

7.    Periode Ketujuh (2000 - 2007)
Periode ini merupakan kelanjutan dari pembangunan tahap kelima yang baru selesai 50%. Pembangunan tahap ini adalah untuk bangunan masjid dan penataan lapangan masjid yang masih berjejal dengan  arena perdagangan dan pertokoan yang semeraut. Dalam pembangunan ini tidak kurang menelan biaya 24.472.625.475,- yang bersumber dari APBD Kab. Banjar Tahun 2004 – 2005. Disamping dana dari pihak ketiga atau sumbanga masyarakat.

8.    Periode Kedelapan (2007 – sekarang)
Pada masa ini, masjid Al-Karamah dipimpin oleh KH. Khalilurrahman. Dimana pada masa ini seluruh pengembangan fisik Al-Karamah sudah selesai, tetapi tugas pokok yang diemban beliau semakin berat yaitu bagaimana memakmurkan masjid seperti yang diharapkan dan diinginkan oleh masyarakat.
Pada saat awal beliau merasakan sunyinya pengajian dan majlis ta’lim  yang dilakukan di masjid. Umumnya di Kabupaten Banjar pengajian dilakukan di rumah-rumah kiyai masing-masing, sehingga pengajian di masjid-masjid sudah mulai berkurang. Masjid hanya dijadikan sebagai media ritual dan ibadah normatif semata. Apalagi semenjak meninggalnya KH. Muhammad Rosyad, pengajian di masjid sempat terjadi kekosongan, Namun atas kerja keras dari beliau dan nadzir Al-Karamah pengajian ini kembali dilakukan dan dipimpin langsung oleh KH. Khalilurrahman setiap malam Rabu dan Malam Minggu.

Comments

Popular posts from this blog

EXCEL UNTUK LEGER DAN RAPORT

CONTOH SK PENGURUS MASJID

SKP DAN LAPORAN KINERJA BULANAN DALAM SATU APLIKASI : @NIK ASN