Juknis TPG 2018 versus Juknis TPG 2017
Setelah digadang-gadang, akhirnya
Petunjuk Teknis (Juknis) Penyaluran Tunjangan Profesi Guru (TPG) Pendidikan
Agama Islam dipublikasikan juga pada akhir bulan April 2018. Juknis ini resmi
gunakan sebagai pedoman dalam penyaluran TPG bagi Guru PAI tahun 2018 dengan
dituangkannya ke dalam Keputusan Direktur Jenderal (Kepdirjen) Pendidikan Islam
Nomor 6871 Tahun 2017 yang ditandatangani pada tanggal 12 Desember 2017 (DOWNLOAD).
Kalau kita melihat dan membandingkannya dengan Kepdirjen 5371 tahun 2017 (Juknis Penyaluran TPG PAI Tahun 2017) maka akan kita temui perbedaan yang mendasar, diantaranya :
1. Sertifikat
sertikasi Guru PAI
Dalam Juknis tahun 2017, salah satu kriteria yang
harus dipenuhi oleh seorang Guru Mata Pelajaran PAI (Guru PAI) adalah memiliki
sertifikat pendidik Bidang Studi PAI yang diterbitkan oleh LPTK PTKIN yang
ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kementerian Agama,
sehingga hanya guru PAI yang memiliki sertifikat PAI lah yang bisa mendapatkan
Tunjangan sertifikasi. Namun dalam juknis tahun 2018, tidak hanya guru PAI yang
memiliki sertifikasi PAI tetapi juga bisa didapat oleh guru PAI yang memiliki
sertifikat :
- Mata pelajaran rumpun PAI (Al-Quran Hadits, Fiqih, Akidah Akhlak dan Sejarah Kebudayaan Islam)
- Guru kelas pada yang diterbitkan oleh LPTK PTKIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri)
2.
Guru PAI yang Mendapat Tugas Tambahan
sebagai Kepala Sekolah
Guru
PAI yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala satuan pendidikan, dan melaksanakan
manajerial, pengembangan kewirausahan dan supervisi kepada guru dan tenaga
kependidikan telah diakui telah memenuhi beban kerja guru DENGAN KETENTUAN
menyusun dan melaksanakan program pengembangan PAI, misalnya program tahfidz, program
Tuntas Baca Tulis al-Quran (TBTQ), program pesantren kilat (sanlat), dll. Dengan
ketentuan ini, maka pada Juknis TPG 2018, Guru PAI yang mendapat tugas tambahan
sebagai kepala sekolah tidak wajib lagi mengajar di kelas, berbeda dengan
juknis TPG tahun 2017 yang masih mewajibkan mengajar minimal 6 jam bagi Kepala
Sekolah.
3. Pengakuan
Muatan Lokal BTA
Juknis Tahun 2017 belum mengakui Mata pelajaran Muatan
lokal PAI seperti mata Pelajaran Baca Tulis Al-Quran (BTA) sebagai mata pelajaran
tambahan PAI atau rumpun PAI tetapi hanya dihargai sebagai kegiatan
ekstrakurikuler. Sehingga guru PAI yang juga mengajar BTA, walaupun guru PAI
tersebut mengajar BTA di 6 rombel berbeda dengan 2 JTM perrombelnya jumlah jam
tambahannya hanya dihargai sebanyak 2 JP, bukan 12 JP.
Berbeda dengan Juknis tahun 2018 yang sudah
menghargai BTA sebagai mata pelajaran intrakurikuler yang serumpun dengan PAI.
Hal ini tertulis di bagian pemenuhan beban kerja guru PAI yang menyebutkan
bahwa :
"Bagi daerah yang menetapkan muatan local mata pelajaran PAI atau rumpun PAI diakui
sebagai JTM tambahan PAI maksimal 2 JTM"
(poin I, tentang pemenuhan beban kerja
guru PAI)
Dan Sebelumnya disebutkan bahwa Basis perhitungan
jumlah JTM adalah berdasarkan pada rombongan belajar/kelas.
Menurut Nurul Huda (Kasubdit PAI pada Perguruan
Umum Kementerian Agama RI), dalam acara Workshop Pengelolaan Manajemen Sertifikasi
di Banjarmasin (12/05/2018), Mata Pelajaran BTA yang dijadikan mata pelajaran
muatan lokal (salah satunya di Banjarmasin) merupakan mata pelajaran yang dapat
menambah jam mata pelajaran PAI bagi Guru PAI sejumlah jam pelajaran yang
dipegang oleh guru PAI tersebut selama Guru PAI tersebut mengajar Mata
Pelajaran PAI minimal 6 jam pelajaran di satminkal atau sekolah induknya.
Jadi mata pelajaran Muatan local BTA diakui sebagai tambahan mata pelajaran PAI
sebanyak Jam Pelajaran BTA yang dipegang oleh guru PAI dengan ketentuan setiap
rombel maksimal 2 JTM dan guru PAI tersebut minimal mengajar mata pelajaran PAI
di sekolah induknya sebanyak 6 Jam Pelajaran.
Contoh :
Bapak Ahmad mengajar mata pelajaran PAI di SDN Banjarmasin
dan di SD Islam Amanah. Beliau mengajar PAI di SDN Banjarmasin sebagai
satminkal induknya sebanyak 3 JTM di 2 rombel dan muatan BTA 2 JTM juga di 2
rombel, selain itu beliau juga mengajar di SD Islam Amanah dengan mata
pelajaran muatan lokal BTA sebanyak 2 JTM di 6 rombel sekolah tersebut.
Maka Bapak Ahmad dapat dikatakan telah memenuhi
persyaratan telah mengajar minimal 24 jam dengan rincian 6 JP mengajar PAI dan 16 JP
mengajar BTA.
4. Tambahan Mengajar pada Pendidikan Diniyah Formal atau Satuan Pendidikan Muadalah.
Pada juknis sebelumnya, Guru PAI hanya diakui mengajar pada madrasah dengan mata pelajaran rumpun PAI sebagai tugas tambahan PAI, jika ingin memenuhi kewajiban jam mengajar min. 24 jam, namun dalam Juknis TPG 2018, guru PAI diberi keluwesan dalam menambah alokasi jam mengajarnya, yaitu tidak hanya pada madrasah tetapi juga pada satuan pendidikan Diniyah Formal (PDF) atau Satuan pendidikan Muadalah.
PDF merupakan salah satu dari entitas kelembagaan pendidikan keagamaan Islam yang bersifat formal untuk menghasilkan lulusan mutafaqqih fiddin (ahli ilmu agama Islam) guna menjawab atas langkanya kader mutafaqqih fiddin. Jenjang PDF dimulai dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah hingga pendidikan tinggi. Jenjang pendidikan dasar ditempuh pada PDF Ula selama 6 (enam) tahun, dan PDF Wustha selama 3 (tiga) tahun. Jenjang pendidikan menengah ditempuh pada PDF Ulya selama 3 (tiga) tahun. Sedangkan jenjang pendidikan tinggi ditempuh pada Ma’had Aly untuk program sarjana (S1), magister (S2), dan doktor (S3). Sedangkan Satuan pendidikan Muadalah Satuan pendidikan muadalah adalah program pendidikan resmi yg berada dibawah Direktorat Pendidikan Diniyyah dan Pesantren Kementerian Agama RI. Setelah terbitnya Peraturan Menteri Agama (PMA), satuan pendidikan ini disamakan dengan pendidikan Madrasah Tsanawiyyah dan Aliyah yang berada di bawah Direktorat Madrasah dan Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama. Ciri khas Satuan Pendidikan Muadalah adalah pengelola program dalam hal ini pesantren diberikan kebebasan dan keleluasaan dalam mengatur kurikulum dan sistim pendidikan, tanpa intervensi pemerintah bahkan tanpa diikutkan ujian nasional (UN).
5. Mengajar pada Lembaga Pendidikan Keagamaan Islam Jalur Non Formal dan Ponpes.
Selain mengajar pada Pendidikan Diniayah Formal atau Satuan Pendidikan Muadalah, Juknis TPG 2018 juga memberikan keluwesan pada guru PAI untuk mengajar peserta didik pada Madrasah Diniyah Taklimiah, Pondok pesantren dan pendidikan Al-Quran. Bedanya dengan point 3 di atas, tambahan mengajar pada satuan pendidikan keagamaan islam Non formal ini hanya diakui maksimal 6 jam pelajaran perminggunya.
6. Ketidakhadiran Guru PAI
Pada juknis sebelumnya, Guru PAI hanya diakui mengajar pada madrasah dengan mata pelajaran rumpun PAI sebagai tugas tambahan PAI, jika ingin memenuhi kewajiban jam mengajar min. 24 jam, namun dalam Juknis TPG 2018, guru PAI diberi keluwesan dalam menambah alokasi jam mengajarnya, yaitu tidak hanya pada madrasah tetapi juga pada satuan pendidikan Diniyah Formal (PDF) atau Satuan pendidikan Muadalah.
PDF merupakan salah satu dari entitas kelembagaan pendidikan keagamaan Islam yang bersifat formal untuk menghasilkan lulusan mutafaqqih fiddin (ahli ilmu agama Islam) guna menjawab atas langkanya kader mutafaqqih fiddin. Jenjang PDF dimulai dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah hingga pendidikan tinggi. Jenjang pendidikan dasar ditempuh pada PDF Ula selama 6 (enam) tahun, dan PDF Wustha selama 3 (tiga) tahun. Jenjang pendidikan menengah ditempuh pada PDF Ulya selama 3 (tiga) tahun. Sedangkan jenjang pendidikan tinggi ditempuh pada Ma’had Aly untuk program sarjana (S1), magister (S2), dan doktor (S3). Sedangkan Satuan pendidikan Muadalah Satuan pendidikan muadalah adalah program pendidikan resmi yg berada dibawah Direktorat Pendidikan Diniyyah dan Pesantren Kementerian Agama RI. Setelah terbitnya Peraturan Menteri Agama (PMA), satuan pendidikan ini disamakan dengan pendidikan Madrasah Tsanawiyyah dan Aliyah yang berada di bawah Direktorat Madrasah dan Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama. Ciri khas Satuan Pendidikan Muadalah adalah pengelola program dalam hal ini pesantren diberikan kebebasan dan keleluasaan dalam mengatur kurikulum dan sistim pendidikan, tanpa intervensi pemerintah bahkan tanpa diikutkan ujian nasional (UN).
5. Mengajar pada Lembaga Pendidikan Keagamaan Islam Jalur Non Formal dan Ponpes.
Selain mengajar pada Pendidikan Diniayah Formal atau Satuan Pendidikan Muadalah, Juknis TPG 2018 juga memberikan keluwesan pada guru PAI untuk mengajar peserta didik pada Madrasah Diniyah Taklimiah, Pondok pesantren dan pendidikan Al-Quran. Bedanya dengan point 3 di atas, tambahan mengajar pada satuan pendidikan keagamaan islam Non formal ini hanya diakui maksimal 6 jam pelajaran perminggunya.
6. Ketidakhadiran Guru PAI
Dalam juknis tahun 2017, seorang guru hanya diberi
toleransi ketidakhadiran sebanyak 1-2 hari jika izin/sakit dan sampai 5 hari
jika guru PAI tidak hadir karena harus diopname di rumah sakit. Jika melebihi
ketentuan di atas, maka otomatis Guru PAI tersebut tidak berhak mendapatkan
TPG.
Berbeda dengan juknis tahun 2018 yang sangat
memberikan keringanan bagi para guru PAI yang karena suatu lain hal tidak dapat
melaksanakan tugasnya karena cuti. Pada Juknis tahun 2018 ini, tidak ada lagi batasan ketidakhadiran yang diizinkan, misal 1-2 hari atau 5 hari, selama cuti yang diberikan bukan karena Cuti
Diluar Tanggungan Negara, maka guru PAI yang bersangkutan masih tetap berhak
mendapatkan TPG.
Namun perlu DIPERHATIKAN, bagi guru-guru yang minta
izin kepada atasannya karena alasan tertentu, misalnya untuk 2 hari saja,
jangan sampai alasan tersebut merupakan alasan yang dapat dikatagorikan sebagai
alasan untuk mendapatkan cuti di luar tanggungan Negara karena dapat berakibat
hilangnya Hak TPG untuk guru tersebut. (Perhatikan Peraturan BKN No. 24 tahun
2017 tentang tata Cara Pemberian Cuti Pegawai Negeri Sipil ) DOWNLOAD
7. Perhitungan
Pajak
Perhitungan pajak Penghasilan atau PPh 21 atas
tunjangan profesi guru sebelumnya dibayarkan berdasarkan golongan Guru PAI
tersebut dengan ketentuan :
- Golongan I dan II sebesar 0%
- Golongan III sebesar 5%
- Golongan Golong IV sebesar 15%
Pada Juknis TPG Tahun 2018, TPG tidak dikenakan Pph 21 apabila gaji bruto guru dan tunjangan yang diterima secara akumulatif di bawah 4.500.000 perbulan. Jika melebihi, maka perhitungan pajak PPh 21 sesuai dengan pasal 17 UU nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan kempat atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dengan mekanisme sebagai berikut:
- Penghasilan netto sebulan = …………….. (a)
- PTKP*) = …………….. (dikurangi)
- Penghasilan kena pajak = …………….. (b)
- PPH pasal 21**) = …………….. (dikalikan)
- PPh Pasal 21 sebulan = …………….. (c)
Keterangan :
*) Besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
adalah :
a. Status
sendiri Rp. 4.500.000
b. Tambahan
status kawin Rp. 375.000
c. Tambahan tanggungan
keluarga @ Rp. 375.000, maksimal 3 orang
**) Besarnya penghasilan kena pajak bulanan adalah
sebagai berikut :
a. Wajib
pajak dengan penghasilan sampai dengan
Rp. 4.166.667,- adalah 5%
b. Wajib pajak dengan penghasilan sampai
dengan Rp. 4.166.667,- sd. 20.833.33,-
adalah adalah 15%
c. Wajib
pajak dengan penghasilan sampai di atas 20.833.33,- sd. 41.666.667,- adalah 25%
d. Wajib
pajak dengan penghasilan di atas 41.666.667,-
adalah 30%
e. Wajib
pajak yang tidak memilki NPWP, dikenai tarif PPh 21 sebesar 20% lebih tinggi
dari mereka yang memiliki NPWP.
Demikianlah
beberapa perbedaan yang yang mendasar yang harus diperhatikan dalam pemberian
TPG tahun 2018 dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yang rata-rata sangat
meringankan dan menguntungkan bagi guru PAI Guru PAI, penerima TPG Tahun 2018.
Comments
Post a Comment